Bagiku hidup adalah duduk di bangku bioskop yang
gelap, menontoni orang'orang bergulung dengan ombak zaman ,,
Bagiku, dunia senantiasa tempat yang aman serta full hiburan, selalu ada
tingkah orang yang bisa ku tertawakan dalam hati, selalu ada sesuatu
yang bisa aku komentari, menyaksikan beraneka ragam tingkah laku manusia
disekitar ku, membuat ku memilih untuk menjadi penonton, cukup
menonton, dan betapa aku nyaman di kursi gelap ku ,,
Akan tetapi kursi itu berguncang hebat pada akhirnya, ternyata hidup
tidak membiarkan satu orang pun lolos untuk cuma jadi penonton, semua
harus mencicipi ombak ,,
Masa keemasan ku jadi penonton di tutup saat Ayah meninggal, aku
memasuki era baru yang serba asing, tak pasti, dunia tak lagi aman
bagiku ,,
Kadang aku merasa sedih bahkan menangis, ketika mengingat Ayah, karena
menurut ku Ayah lebih beruntung ketimbang aku yang ditinggalkan, karena
itu aku menangis ,,
Kematian menurut ku ibarat tiket terusan bioskop kehidupan, bayangkan
betapa menyenangkannya itu, menontoni drama miliaran manusia tanpa harus
terlibat konflik apa pun ,,
Lalu, Ayah juga akan bertemu Ibu, karena itu juga aku menangis, aku iri,
bagi orang yang hanya mampu mengingat wajah Ibunya samar'samar,
bercampur dengan hidung, mata dan rambut orang lain, tersimpan rasa
kangen yang besar dalam hati ,,
Kini kehidupan telah menyiapkan drama yang besar untukku, drama yang
skenario nya telah diatur sedemikian rupa dan tak ada script untuk
pemainnya ,,
Tapi apa pun yang terjadi, dan seperti apa pun drama yang akan aku
dapatkan, aku harus bisa berperan sebaik mungkin, karena tak ada lagi
kesempatan untukku mengeluh, semuanya harus berjalan ,,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar