Rabu, 30 April 2014

Hujan

 Mereka menari-nari kecil sembari mengetuk dari jendela kamarku ,, Seakan-akan hendak mengajakku untuk sekedar bercumbu dengan rintiknya ,, atau menghirup dalam aroma petrichor yang merayu-rayu lembut indra penciuman ,,

 Sungguh ,, Hujan kali ini sangat menggoda ,,
 Tapi tidak saat ini, hujan ,,
 Aku sedang sangat lelah dengan rindu-rindu yang kau bawa bersama aroma-aroma yang meresonansi kenangan masa lalu itu ,,
Sungguh ,, 
 Kali ini biarkan aku sendiri untuk sementara waktu ,, Hanya sementara waktu saja ,, ya? ,,
 Atau kalau-kalau kau tak ingin berpindah tempat meninggalkanku ,, tetaplah menari disitu ,, atau duduk diam mendengarkan keluh kesahku tentangnya ,, Wanita itu ,,
 Ya, ini sudah hari kesekian yang kesekian kalinya kulalui bersama rindu yang menyiksa ,, Terlalu menyiksa ,, Hingga ke ulu hati ,,
 Namun aku bisa apa? ,, Itulah yang harus mulai kubiasakan ,, lagi ,,
 Menjalani hari seperti sebelum dia hadir dan mengobrak-abrik isi hati ,,

 Sejak ia berkata bahwa setiap orang berubah seiring waktu ,, aku mulai merasakan kesedihan akan menyelubungiku nantinya ,, Ah, maksudnya menyelubungi hatiku ,,

 Aku mencoba untuk tidak berubah ,, Aku tetap seperti dulu ,, berusaha untuk tetap menjadi seseorang yang selalu ia anggap terlalu baik ,, Tapi ternyata itu tidak mengubah keadaan , wahai hujan ,, Itu hanya semakin menyayat hatiku dengan kenyataan- kenyataan bahwasanya kamu tidak selalu mendapatkan apa yang selama ini kamu gapai dan kamu pertahankan ,,

 Setiap kali kamu datang, hujan ,, pada saat-saat hari kesekian yang kesekian kalinya tanpa hadirnya ini ,, kamu selalu menyeret sepi yang dingin tanpa rasa bersalah ,,
 Sepi yang dingin sedingin kehilangan ,,
 Dan lagi-lagi aku harus membunuh rasa itu dengan menangis ,,
 Aku lelah, hujan ,,
 Kenapa dia pergi pada musim saat kau datang? ,,
Aku yang awalnya mencintaimu dengan cinta ,, kini harus mencintaimu dengan kehilangan ,,

 Perih ,, Berkali-kali kucari kabarnya ,, hanya sekedar memastikan apa dia baik-baik saja ,,
 Namun nyatanya aku hanya membodohi diri sendiri ,,
 Sudah jelas aku tahu jawabannya; Dia baik-baik saja ,,
  Ntah dengan pria yang baru setelah aku ,, atau mengulang kebahagiaan lagi dengan pria yang lama sebelum diriku ,,

 Hujan ,, aku tahu kalau dia tahu ,, Aku jelas-jelas tahu kalau sebenarnya dia mengetahui apa yang kurasa ,, Namun ia menutup mata dan telinganya dari apa yang tidak ingin ia ketahui ,,
 Ia menutup hatinya ,,
 Itulah mengapa aku selalu menggigil kedinginan berdiri didepan pintu hatinya yang awalnya tak terkunci, kini tergembok ,, Melekat erat terbungkam misteri ,,
 Ketika hendak mengetuk ,, meminta izin untuk masuk ,, terpampang tulisan tak terlalu besar namun cukup jelas ,, "Do not disturbing"
 Aku bisa apa, hujan? ,
 Aku tak cukup tegar, sebenarnya ,,
 Sungguh ,, Rasanya ingin aku berlari sejauh aku mampu ,, hingga kaki ini mati rasa ,,
 Atau meneriaki hatinya selantang yang aku bisa ,, hingga putus pita suaraku ,,
 Tapi aku tak kuat ,,
 Tak cukup kuat untuk semua itu ,,

 Hujan ,,
 kini yang bisa kulakukan hanyalah berdiri didepan dinding yang dibangunnya diantara kami ,,
 Memanggil namanya dengan berbisik dan hanya dapat mendegar panggilanku yang dipantul dinding itu dalam gemanya ,,
  Sungguh ,, Aku cemburu pada dinding yang dapat terus memantau keadaanmu diseberang sana ,,

 Hujan ,,
 musimmu sebelumnya kulalui dengan cinta, bersamanya ,,
 Musimmu kali ini kulalui dengan kehilangan, tanpanya ,,
 Begitulah, sudah setahun kujalani dengan cinta yang melebar, melebur, dan meluber menjadi satu ini ,,
 Tapi tenang saja ,, You'll always be my prettiest friend in the silences ,,
 Sering-sering datang saja, hujan ,,
  Tapi jangan salahkan aku kalau kamu muak dan bosan dengan cerita-ceritaku tentang Wanita yang antara ada dan tiada itu ,, Sungguh ,,

 

 Salam manis, A Pluviophile ,,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar